everything :D

Rabu, 28 Maret 2012

my motivation

Keberhasilan ditentukan oleh ukuran keyakinan kita untuk meraih kemenangan! 


Ada pepatah mengatakan... 
Apa yang sedang kita pikirkan, itulah yang sedang terjadi, atau akan terjadi. 
Oleh sebab itu...
Latihlah diri, hati, dan pikiran untuk selalu merespon hanya pada hal-hal yang positif!!!
Latihlah ia terus menerus... 
Bukan hanya sesaat, tapi berkesinambungan... 
Sepanjang waktu!!!!


 Adapun Artikelnya : 
Putuskan Benang Itu! 
By: Anne Ahira 


"Seutas benang itu sesungguhnya hanya ada dalam pikiran Anda!" 

Ada kisah nyata tentang seekor gajah. Sejak kecil ia sudah dirantai kakinya dengan seutas rantai sepanjang 4 meter. Apa yang terjadi ketika rantai itu diganti dengan seutas benang? Gajah itu tetap saja berkeliling & tidak berani melangkah keluar dari area lingkaran 4 meter tersebut! 


Dari kisah ini, pelajaran apa yang bisa kita ambil? 


Maaf, saya tidak bermaksud menyamakan diri kita dengan seekor gajah. :-) 


Namun bisa jadi, kita pun memiliki 'keterbelengguan' dengan seutas tali yang mengikat diri kita! Kita tidak berani keluar dari zona yang dianggap nyaman. Meski sesungguhnya, kita bisa melakukan banyak hal hebat dari perkiraan kita! 


Mari kita jujur pada diri sendiri, berapa banyak kesempatan yg sebenarnya hadir, melintas di depan kita, namun kita tidak mempedulikannya? Kita mungkin menganggap peluang itu 'terlalu tinggi' untuk kita, dan merasa tidak pantas berada disana. Atau mungkin malah merasa tidak mampu untuk melakukan hal itu padahal sama sekali belum pernah mencobanya? Kita semua tahu, segala hal yang menurut kita 'begitu hebat', seringkali tidak selalu seperti yang kita bayangkan. Atau hal yang kita anggap sulit, kadang sebenarnya sangat gampang! 


Ada dua kunci dalam hal ini : 
1. Kita akan bisa jika kita berpikir bisa 
2. Kita akan gagal jika kita berpikir gagal 


So, jangan menyalahkan siapapun jika kesuksesan belum menghampiri diri kita. Sebab, faktor utamanya terletak pada diri kita sendiri. Oleh sebab itu, perhatikan dengan seksama, dan tanya pada diri sendiri, adakah seutas benang yang telah membelenggu diri kita selama ini? Jika ya, maka segeralah untuk putuskan benang itu! 


Cobalah bergerak maju dari lingkaran yang selama ini kita buat dan telah membelenggu diri kita sendiri! Peluang itu sebenarnya selalu hadir kapan saja. Namun, karena kita selalu saja menutup mata, telinga, dan pikiran kita, maka peluang itu akan terlewat begitu saja! 


Jika kita masih saja ragu untuk melangkah, cobalah untuk melatihnya sedikit demi sedikit. Dan jika kita sudah yakin, maka segeralah berlari cepat, keluar dari keterbelengguan kita! Jika sudah seperti ini, maka siapa lagi yang diuntungkan, jika bukan kita sendiri? :-)

Minggu, 18 Maret 2012

Motivasi dari dunia lain: sebagai bahan pelajaran,

1. Belajarlah dari kuntilanak, sesulit apapun hidup tapi selalu tertawa... 
2. Belajarlah dari tuyul, masih kecil tapi sudah bisa cari duit sendiri. . 
3. Belajarlah dari pocong, dari dulu pakaiannya itu-itu saja, hidup sederhana. . 
4. Belajarlah dari babi ngepet, kalo malem cuma pake lilin, hemat listrik donk. . 
5. Belajarlah dari jelangkung, Mandiri, datang tak dijemput, pulang tak diantar. . Kasihan yaa....????

Rabu, 14 Maret 2012

Istri yang Memenangkan Cinta Suaminya Untuk Selamanya

Xiao Yixin, istri pejabat Negara Liao (916-1125 SM) Ye Lunu, dikenal menampilkan kebajikan tradisional wanita Tionghoa. Ayahnya adalah kaisar dan ibunya adalah permaisuri Hutu. Xiao Yixin, adalah seorang wanita cantik luar dan dalam -- dia menikah pada usia 20 tahun dan disetiap saat menghormati dan mencintai orangtua dan keluarganya. Suatu hari, Xiao Yixin sedang mengobrol dengan sepupu perempuannya- berbicara tentang bagaimana untuk memenangkan cinta suami mereka selamanya dengan mengusir roh jahat. Xiao Yixin menyarankan, "Etika lebih baik dibandingkan hal-hal magis" saudarinya bertanya mengapa. Xiao Yixin menjawab, "Jika kita memperhatikan kultivasi diri dan perilaku yang tepat, jika kita merawat dan menghormati orang tua dengan baik, jika kita lembut kepada suami dan toleran terhadap anak, kita akan hidup dengan etika dan sopan santun. Ketika kita mencapai semua ini, kita secara alami akan memperoleh kebaikan, cinta dan rasa hormat dari suami kita. Jika, di sisi lain, kita menggunakan cara-cara magis untuk memenangkan hati suami, tidakkah kita akan merasa bersalah karena kita belum jujur, dan pada saat yang sama akan menipu suami kita" Mendengar kata-kata Xiao Yixin, sepupunya merasa tersipu dan malu. Setahun kemudian, suaminya, Ye Lunu, diasingkan karena tuduhan palsu. Karena Xiao Yixin adalah anak dari kaisar dan orangtuanya tidak ingin ia hidup menderita, mereka ingin Xiao Yixin menceraikan suaminya. Tapi dia memohon kepada kaisar, "Yang Mulia, terima kasih karena Ayah dan Ibu ingin mencoba menyelamatkan putrimu dari penderitaan di pengasingan bersama suami, namun suami dan istri harus mengikuti prinsip-prinsip moral- mereka harus bersama-sama berdua dalam keadaan baik dan buruk, sampai kematian menjemput. Saya menikah dengan Ye Lunu ketika saya masih muda, dan kalau saya sekarang meninggalkan suami ketika ia menghadapi kesulitan dalam hidupnya, akan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perilaku dan saya tidak akan berbeda dari binatang. Saya harap Yang Mulia akan memberikan rahmat kepada kami dan memungkinkan saya untuk pergi dengan Ye Lunu. Saya tidak akan menyesal, bahkan jika saya mati dalam pengasingan" Tergerak oleh permohonannya, Kaisar memberikan persetujuan. Di tempat pengasingannya, suaminya bekerja keras setiap hari, tanpa pernah mengeluh, dan Xiao Yixin membantunya. Bahkan, Xiao Yixin menjadi lebih hormat dan sayang kepada Ye Lunu. Perkawinan abadi, hanya maut yang bisa memisahkan, saling menghormati dan mendukung satu sama lain pada saat suka maupun duka. Moralitas tradisional dan etika, yang telah dipelihara dan diatur hubungan manusia selama ribuan tahun, telah hilang dalam delusi yang kita sebut dunia modern. Saling menghormati, moralitas, saling mendukung dan rasa syukur adalah elemen kunci bagi keharmonisan antara suami dan istri, yang dahulu sangat dihargai. Dalam masyarakat sekarang aspek-aspek ini diabaikan, dan sebagian besar relatif jarang terjadi dalam keluarga modern. Penulis menyimpulkan cerita ini untuk kita renungkan - yaitu: Mengapa pernikahan menjadi semakin lebih rapuh di dunia saat ini?

Kisah Seorang Brahmana Penipu

DHAMMAPADA XXVI, 12 Suatu ketika, seorang brahmana penipu memanjat sebatang pohon dekat batas kota Vesali dan membiarkan dirinya tergantung terbalik seperti seekor kelelawar pada salah satu cabang/ranting pohon tersebut. Dari posisi yang sangat aneh ini, ia terus berkomat kamit, "O, manusia! Bawakan aku seratus kepala sapi, banyak keping perak dan sejumlah budak. Jika kamu tidak membawakannya untukku, dan jika aku jatuh dari pohon ini dan meninggal dunia, maka kotamu ini pasti akan hancur". Orang-orang kota tersebut, karena takut bahwa kotanya akan hancur jika brahmana tersebut jatuh dan meninggal dunia, membawakan semua yang dimintanya dan memohon dengan sangat padanya untuk turun. Para bhikkhu yang mendengar kejadian ini memberitahu Sang Buddha, dan Sang Buddha menjawab bahwa seorang penipu hanya dapat memperdayai orang-orang bodoh tetapi bukan orang-orang yang bijaksana. Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 394 berikut: Wahai orang bodoh, apa gunanya engkau menjalin rambutmu serta mengenakan pakaian kulit menjangan? Engkau hanya membersihkan bagian luarmu, tetapi hatimu masih penuh dengan kekotoran.

Cerita Angsa dan Kura-Kura

Ada sepasang Kura-Kura dan Angsa yang hidup di sebuah telaga yang bernama telaga Kumudawati. Telaga itu sangat indah serta banyak bunga-bunga berwarna-warni yang tumbuh di sana. Kura-kura yang jantan bernama Durbhuddhi dan yang betina bernama Katcapa. Angsa yang jantan bernama Cakrengga dan yang betina bernama Cakrenggi. Kedua pasang binatang itu sudah lama bersahabat. Musim kemarau telah tiba, di telaga telah mulai mengering. Kedua angsa akan berpamitan dengan sahabatnya karena angsa tidak bisa hidup tanpa air, maka kami akan meninggalkan telaga Kumdawati ini menuju telaga Manasasaro di pegnungan Himalaya. Kura-kura tidak bisa melepaskan kepergian kedua sahabatnya itu. Akhirnya kura-kura memutuskan untuk ikut bersama dengan angsa. Angsa kemudian mau mengajak kura-kura pergi bersama dengan dirinya yaitu dengan cara kura-kura menggigit tengah-tengah kayu dan angsa yang akan memegang ujung-jungnya. Tetapi dengan persyaratan jangan lengah, janganlah sekali-kali berbicara dan jangan melihat di bawah atau jika ada orang yang bertanya jangan sekali menjawab. Kura-kura lalu berpegangan di tengah-tengah kayu dengan mulutnya, sedangkan kedua ujung-ujungnya dipegang oleh angsa. Setelah tepat berada di tanah lapang Wila Jenggala ada sepasang anjing srigala yang berlindung di bawah pohon mangga yang jantan bernama Si Nohan dan yang betina Si Bayan. Srigala betina melihat ke atas dilihatnya angsa terbang membawa sepasang kura-kura lalu Srigala berkata pada suaminya, ayah cobalah lihat ke atas betapa aneh angsa terbang membawa sepasang kura-kura. Srigala jantan menjawab itu bukan kura-kura namun itu adalah kotoran sapi. Demikian omongan tersebut didengar oleh kura-kura, mendengar kura-kura dibilang kotoran sapi oleh Srigala, kura-kura lalu marah dan melepaskan gigitannya pada kayu dan akhirnya kura-kura itu jatuh dan dimakan oleh srigala. Angsa tinggal dengan perasaan kecewa dan menyayangkan kenapa kura-kura tidak mau mendengarkan nasehatnya.

Burung Merak Yang Menari (Kebanggaan dan Kerendahan Hati)

Suatu ketika zaman dahulu kala, binatang berkaki empat menjadikan seekor singa sebagai raja mereka. Ada seekor ikan raksasa yang mengembara di lautan dan ikan-ikan menjadikannya sebagai raja mereka. Para burung tertarik pada keindahan, demikianlah mereka memilih Angsa Emas sebagai raja mereka. Raja Angsa Emas memiliki anak yang cantik. Ketika anaknya masih kecil, ia mengabulkan satu buah permintaan untuknya. Anaknya berkeinginan, ketika ia cukup besar, ia dapat memilih suaminya sendiri. Ketika anaknya beranjak dewasa, Raja Angsa Emas mengundang semua burung yang berada di Gunung Himalaya yang maha besar di Asia Tengah untuk berkumpul. Maksudnya adalah untuk menemukan suami yang pantas bagi anak gadisnya. Burung-burung datang dari berbagai jarak yang jauh, bahkan dari Tibet yang tinggi. Mereka adalah para soang (angsa peliharaan), angsa, elang, burung pipit, burung kolibri, burung tekukur, burung hantu dan banyak burung-burung jenis lainnya. Pertemuan tersebut diadakan di atas lempengan bebatuan yang tinggi, di lahan hijau yang indah di Nepal. Raja Angsa Emas mengatakan kepada anak gadis kesayangannya untuk memilih suami mana saja yang ia inginkan. Ia menyaksikan banyak jenis burung. Matanya tertuju pada burung merak yang berleher hijau dengan kilauan cahaya dan bulu ekor yang berjuntai sangat indah. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Burung ini, si merak, akan menjadi suamiku.” Mendengar bahwa si merak sebagai yang beruntung, semua burung lainnya mengerumuni si merak untuk mengucapkan selamat padanya. Mereka berkata, “Meskipun di antara begitu banyak jenis burung yang indah, putri Angsa Emas telah memilihmu. Kami mengucapkan selamat atas keberuntunganmu.” Si burung merak menjadi sangat dipenuhi keangkuhan, ia mulai memamerkan bulu-bulunya yang penuh warna dalam sebuah tarian mengigal yang luar biasa. Ia mengibaskan bulu ekornya yang mengagumkan dan menari berputar untuk memamerkan ekornya yang indah. Menjadi begitu sombong, ia mengadahkan kepalanya ke angkasa dan melupakan segala kerendahan hati, dengan begitu ia juga mempertunjukkan bagian-bagiannya yang sangat pribadi agar semua melihat! Para burung lainnya, khususnya yang muda, tertawa terkikih-kikih. Tetapi Raja Angsa Emas tidak merasa senang. Ia merasa malu menyaksikan pilihan putrinya berlaku semacam itu. Ia berpikir, “Merak ini tidak mempunyai naluri kemaluan untuk memberinya sopan santun yang pantas. Tidak juga ia memiliki ketakutan luar untuk mencegah prilakunya yang tidak senonoh. Lalu mengapa putriku harus dipermalukan oleh pasangan yang berpikir tanpa pertimbangan seperti itu? Berdiri di tengah-tengah kumpulan besar pada burung, raja burung berkata, “Tuan merak, suaramu merdu, bulu-bulumu indah, lehermu bercahaya seperti sebuah batu permata, dan ekormu seperti kipas yang begitu indah. Tetapi kamu telah berdansa di sini layaknya seseorang yang tidak memiliki rasa malu ataupun takut sebagaimana mestinya. Aku tidak akan mengijinkan putriku yang tak berdosa ini untuk menikah dengan merak dungu seperti kamu!” Kemudian Raja Angsa Emas menikahkan putrinya dengan keponakan raja. Burung merak yang dungu terbang jauh, kehilangan seorang calon istri yang cantik. Pesan Moral : Jika membiarkan rasa bangga bersemayam di pikiranmu, kamu akan mulai bertindak layaknya seorang yang dungu. Dikutip dari: http://selfyparkit.wordpress.com/2010/08/24/burung-merak-yang-menari-kebanggaan-dan-kerendahan-hati/

Kisah Seorang Brahmana Yang Mengaku Sebagai "Ayah Sang Buddha"

DHAMMAPADA XVII, 5 Suatu saat Sang Buddha bersama beberapa bhikkhu memasuki kota Saketa untuk berpindapatta. Seorang brahmana tua, melihat Sang Buddha, mendekati-Nya dan berseru, "O Nak! Mengapa engkau tidak mengizinkan kami melihatmu selama ini? Ikutlah bersamaku dan biarlah ibumu juga melihatmu". Setelah berkata demikian, ia mengundang Sang Buddha ke rumahnya. Sesampainya di rumah, istri brahmana pun mengatakan hal yang sama dan memperkenalkan Sang Buddha sebagai "kakak tertua" kepada anak-anaknya dan menyuruh mereka memberi hormat kepada-Nya. Sejak hari itu suami istri tersebut memberikan dana makanan kepada Sang Buddha setiap hari dan setelah mendengarkan beberapa khotbah Dhamma, suami dan istri itu mencapai tingkat kesucian anagami. Para bhikkhu heran mengapa pasangan brahmana itu mengatakan bahwa Sang Buddha adalah putra mereka; mereka pun bertanya kepada Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha menjelaskan, "Para bhikkhu, mereka memanggilku 'Nak' karena aku adalah anak atau kemenakan dari salah satu di antara mereka selama 1.500 kali kelahiran yang lampau". Sang Buddha terus tinggal di dekat rumah pasangan brahmana sampai tiga bulan lebih, dan selama itu baik brahmana maupun istrinya mencapai tingkat kesucian arahat, kemudian mereka merealisasi "Kebebasan Akhir" (parinibbana). Para bhikkhu tidak mengetahui bahwa pasangan brahmana itu telah mencapai tingkat kesucian arahat, mereka bertanya kepada Sang Buddha, di mana pasangan itu akan terlahir kembali. Sang Buddha menjawab, "Mereka yang telah mencapai tingkat kesucian arahat, tidak akan terlahir kembali di mana pun juga, mereka telah merealisasi 'Kebebasan Mutlak' (nibbana)". Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 225 berikut: Orang-orang suci yang tidak menganiaya makhluk lain dan selalu terkendali jasmaninya, akan sampai pada "Keadaan Tanpa Kematian" (nibbana); dan setelah sampai pada keadaan itu, kesedihan tak akan ada lagi dalam dirinya. *** --------------------------------------------------------------------------------Sumber: Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor), Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997.  http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150358878610384